Ini kali pertama aku menerima amanah untuk menjadi guru pendamping (shadow teacher) siswa inklusi kelas rendah sekolah dasar. Aku merasa khawatir dan gugup karena aku belum memiliki pengalaman menjadi shadow teacher, sebelumnya aku juga belum pernah melihat secara langsung seperti apa anak inklusi, apalagi penanganannya. Awalnya aku merasa sedikit tidak yakin, khawatir, gugup tapi juga penasaran mau mencoba pengalaman baru ini. Banyak pertanyaanku kepada pimpinanku saat itu, “Apakah sulit bu menangani anak inklusi?”, “Bagaimana aku harus memulainya nanti?”, “Apakah nanti ada pelatihannya terlebih dahulu kah? Atau langsung mendampingi anak?”.
Koordinator inklusi yang merupakan Pimpinanku pun menjawab dengan meyakinkanku “Tentu bu, tenang saja untuk guru baru pasti ada masa observasi terlebih dahulu, Ibu tidak perlu khawatir.. nanti ketika observasi Ibu akan melihat dahulu bagaimana cara guru inklusi mendampingi anak saat belajar di kelas, bermain, ke toilet, menangani saat tantrum, dan lain sebagainya”. Aku pun memantapkan diri, “Baik bu, siap, InsyaAllah saya terima, saya mau coba, bismilah..”. Keesokan harinya aku hadir ke sekolah dengan percaya diri, dimulai dari masa observasi sampai aku memegang anak di tahun ajaran baru. Hingga saat ini aku masih membersamai anak tersebut.
Beberapa kali aku masih ragu akan diriku sendiri “Ya Allah apa aku bisa?”. Sesekali perasaan takut dan khawatir tidak sesuai harapan, khawatir tidak mencapai target, melintas pula di benak. Akhirnya aku memberanikan diri menyanggupi dan menguatkan tekad bahwa aku bisa karena aku tidak sendiri, ada teman-teman, guru senior dan koordinator inklusi tempatku berbagi cerita dan berkonsultasi. “Ya Allah mudahkanlah… lancarkanlah”. Bismillah..
Hari Pertama Bertemu Dani
Tepat hari pertama masuk sekolah tahun ajaran baru aku mulai membersamai Dani di sekolah. “Assalamu’alaikum, Dani..” salamku menyambut kedatangan Dani bersama sang Bunda “Wa’alaikumussalam, Bu..” jawab sang Bunda sambil tersenyum. “Dani mulai hari ini Dani di sekolah sama Bu Rina yaa” ucapku kepada Dani kemudian aku menggenggam tangan Dani berjalan menuju kelas.
Hari-hari pertama tentu tidak mudah. Dani hanya berlari ke tempat yang ia sukai di sekolah, menikmati ayunan dan perosotan yang ada di luar kelas, Dani membutuhkan waktu cukup lama untuk beradaptasi di lingkungannya yang baru.
Dari pertemuan pertama kami, Dani terlihat belum mampu menyampaikan apa yang ia pikirkan dan apa yang ia mau. Seringkali Dani berbicara dengan kosakata bahasa Inggris dan tidak merespons ucapanku dalam bahasa Indonesia, hal ini kerap kali membuatku berusaha untuk mencari kosakata bahasa Inggris tentang apa yang ingin aku sampaikan terlebih dahulu. Yah,, untuk beberapa kosakata sederhana, aku masih bisa ucapkan secara langsung.
Akupun mulai belajar mengenal Dani dan mengenali apa yang ia suka dan tidak suka. Aku berucap dalam hati agar Allah melembutkan hati Dani, berharap agar ia mau menerimaku dan menjalani rutinitas barunya di sekolah.
Target Pembelajaran
Pendampingan yang aku lakukan kepada siswa Inklusi tidak muluk-muluk, hanya berlatih kemandirian dan melakukan pembiasaan rutin yang dilakukan di sekolah seperti sholat, dzikir dan pembelajaran membaca, menulis, serta berhitung.
Satu minggu, Dani mulai terbiasa bersamaku di sekolah. Ia telah terbiasa bertemu denganku ketika sampai di sekolah. Aku langsung menggenggam tangannya dari mulai masuk gerbang sekolah hingga menuju ruang inklusi tanpa elakan seperti sebelumnya. Ketika aku instruksikan Dani untuk membuka sepatunya sendiri lalu menyimpannya di rak sepatu, Alhamdulillah Dani mampu melakukannya sendiri.
Kurang lebih 1 bulan pertama, Dani belajar di ruang inklusi dan menikmati kegiatan di luar kelas karena ia belum mau bergabung dengan teman-temannya. Dani bergabung di kelas bersama teman-teman di bulan kedua, itupun perlahan dan bertahap dari seminggu 1 kali, 2 kali, 3 kali, sampai setiap hari. Awalnya Dani menolak tidak mau masuk ke dalam kelas, lalu berangsur mulai mau masuk dan bertahan berada di dalam kelas selama 1 menit, 5 menit, sampai 1 jam. Alhamdulillah.. kuncinya adalah konsisten dan terus menerus memberi pengertian kepada Dani bahwa dia punya kelas tempatnya belajar sekaligus mengenalkan Dani kepada teman-temannya. Alhamdulillah, setelah 6 bulan proses pembiasaan tersebut, akhirnya Dani mau bergabung belajar di kelas bersama teman-temannya sampai saat ini. Ini adalah sebuah kemajuan yang luar biasa…
Bagaimana Dani belajar?
Selama 1 bulan pertama, aku melakukan screening untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Dani dalam membaca, menulis, dan berhitung untuk memudahkanku dalam membuat target pembelajaran. Setelah membuat target pembelajaran, akupun membuat rencana pembelajaran. Dengan menggunakan metode mengeja yang kuterapkan selama 9 bulan, Dani bisa membaca kalimat sederhana dan juga mampu menulis dengan didikte. Dalam hal berhitung, Dani memiliki kemajuan yang cukup pesat mampu mengurutkan bilangan 1 – 100. Alhamdulillah, ketertinggalan Dani tidak terlalu banyak, sehingga kemajuannya dapat terlihat hanya dalam beberapa bulan. Hal yang sering aku tekankan pada Dani adalah kemampuan berkomunikasinya agar dapat menyampaikan keinginannya secara verbal. Butuh kesabaran dan ketekunan dalam mendampingi siswa inklusi, semua perjuangan itu terasa manis setelah mengetahui keberhasilan yang dicapai anak yang kita dampingi.
Kesepakatan
Dalam membuat kesepakatan dengan siswa inklusi, tak jauh berbeda dengan siswa biasa. Ketika Dani menangis saat pembelajaran dimulai, aku selalu memberikan motivasi, semangat, dan sedikit ketegasan untuk menanamkan tanggung jawab dalam dirinya bahwa ada waktunya untuk bermain dan ada waktunya untuk belajar.
Masyaa Allah, Bu Rina telaten sekali mendampingi dani..barokallah …semoga menjadi teman di surga juga
MasyaAllah… barakallah.. sangat menginspirasi. Sampai ikut terhanyut saat membacanya..