Sekolah Alam, Teman Bertumbuh

Tema : Sekolah Alam, Teman Bertumbuh

Penulis : Ulil Nur Fitria

“Hah, kok nilai Matematika kamu cuma lima ? Bodoh banget sih kamu. Gimana mau jadi orang sukses ? Dulu mama papa sekolah tidak seperti kamu nilainya, mengecewakan. Mulai besok, kamu harus ikut les tambahan supaya nilai Matematika kamu membaik.”

Itulah realita komentar dari para orang tua bahwa angka raport telah menjadi ukuran keberhasilan, kesuksesan, dan kecerdasan seorang anak. Berbeda dengan sekolah alam yang memiliki paradigma bahwa orang tua berperan sebagai mitra sekolah dalam menstimulasi anak. Bisa dikatakan bahwa sekolah alam adalah teman bertumbuh anak.

Jika mengacu pada teori kecerdasan jamak, multiple intelligences tidak dapat kita pungkiri realitasnya manusia itu memiliki berbagai kemampuan yang berbeda satu sama lain. Jadi di sekolah alam, orang tua diajak terlibat langsung untuk mengetahui, “Ini loh si A punya ‘strength’ di bidang ini, lalu ‘weakness’ di bidang ini. Lalu untuk memaksimalkan ‘strength’ dan memperbaiki ‘weakness’ anak, bukan hanya tugas sekolah saja, tapi orang tua juga ikut terlibat dalam pendidikan.

Berbeda dengan sekolah pada umumnya (konvensional) yang hanya fokus mengembangkan indra penglihatan dan pendengaran dalam menstimulasi anak. Di sekolah alam, meyakini bahwa seluruh panca indra anak merupakan bagian yang sangat peka dan perlu distimulasi. Kegiatan yang melibatkan seluruh panca indra tentu menjadi pilihan yang lebih kompleks dan kadang lebih menyulitkan bagi kita sebagai orang dewasa.

Tentu akan lebih mudah bagi kita untuk menyediakan lembar kertas atau worksheet dibanding mengajak anak untuk mengobservasi lalu mengeksplorasi. Namun, ketika berada di lingkungan yang membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Rasanya, kita akan mementingkan kepentingan anak di atas kepentingan kita bukan ?

Jadi,  ada 15 potensi kekuatan terkait panca indra yang distimulasi di sekolah alam diantaranya : acting, beautifying, conserving, cooking, dancing, dramatizing, modelling, musical art, singing, visual art, manual skill, physical skill, planting, sport, and tending animal.

Sedikit cerita, setiap anak pulang sekolah saya selalu bertanya kegiatan di sekolah apa saja ? Menyenangkan tidak ? Jawabannya membuat saya sedikit mengerutkan dahi lalu sampai suatu waktu akhirnya tanyalah ke gurunya.

“Iya bun, jadi untuk kegiatan main area anak menentukan dan memilih sendiri permainan apa yang ingin di eksplorasi.”

Jadi, poto di atas adalah sebagian contoh kegiatan main area  di sekolah alam. Dan anak saya lebih memilih bermain memancing ikan setiap hari selama beberapa minggu. Hal itu yang membuat saya bertanya-tanya, kenapa gurunya tidak mengarahkan anak agar mencoba permainan yang lain ?

Jujur, saya sangat salut dengan guru di sekolah alam. Mereka mampu menahan diri untuk tidak menginterupsi proses kerjanya. Jika tidak sabar dengan prosesnya pasti sudah dialihkan dengankegiatan lain.

Setelah beberapa minggu, anak saya berkutat dengan permainan memancing ikan akhirnya ia tau sesuatu..

“Ooo aku tau sekarang. Di ikan ada besinya jadi bisa aku pancing. Di kepiting tidak ada besinya jadi tidak bisa ku pancing. Bisanya diserok pakai saringan.”

Saya terkesiap dan berusaha mencerna apa yang ia ceritakan. Seorang anak berusia 5 tahun baru saja menceritakan kepada saya pemahamannya tentang konsep magnetic. Masya Allah`

Hal ini yang membuat proses belajar di sekolah alam berbeda dengan sekolah lainnya, yang mayoritas hanya mengandalkan ‘ingatan’. Memberikan ruang bagi anak untuk mengulang kegiatan yang sama seperti memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi lalu mengobservasi. Terlihat sepele bukan ? Bahwa repetition  mampu memenuhi kebutuhan fitrah belajarnya.

Pernah tidak ketika kita berhasil melakukan sesuatu bagaimana perasaannya ? Bahagia kan ? Nah, itu sama yang dirasakan anak-anak. Mereka cenderung akan melakukan ‘pengulangan’ untuk meraih keberhasilan itu. Bisa terlihat bukan ? Dari kegiatan sesederhana dan sesantai mengeksplorasi ‘memancing ikan’ dengan cara konkret, anak mendapatkan banyak sekali pengalaman yang memperkaya dirinya.

Kira-kira apakah anak akan mengalami pengalaman yang sama jika anak bermain memancing ikan dari gadget atau lembar kerja (worksheet) ? Tentu tidak, melalui gadget atau lembar kerja yang terstimulasi hanya indra penglihatannya saja. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah lembar kerja sama sekali tidak boleh diberikan ke anak ? Bukan demikian, sebelum mencapai hal abstrak berupa worksheet, dibutuhkan jembatan yang menghubungkan hal konkret menuju ke abstrak. Berproses.

Kesimpulannya, di sekolah alam belajar terori dengan pengalaman praktek seimbang. Anak diberikan kebebasan memilih dan mengeksplorasi hal apa saja yang ia minati. Sehingga proses belajar yang menyenangkan membuat anak lebih semangat memperkaya ilmu. Jadi, kamu masih ragu menyekolahkan anak kalian di sekolah alam ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *